TUGAS BIMBINGAN
KONSELING UNTUK
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun Oleh
:Zulfiadi
No Reg :1815118537
Kelas :PPGT
No Reg :1815118537
Kelas :PPGT
Dosen Pembimbing :
Dr. Asep Supena, M.pd
Dr. Asep Supena, M.pd
Pendidikan Guru
Sekola Dasar ( PGSD )
Universitas Negeri Jakarta
Universitas Negeri Jakarta
1.
PENGERTIAN
BIMBINGAN KONSELING
Bimbingan dan konseling
merupakan terjemahan dari istilah “guidance” dan “counseling” dalam bahasa
inggris. Secara harfiah istilah “guidance” berasal dari akar kata “guide” yang
berarti :Mengarahkan (to direct), Memandu (to pilot), mengelola (to manage.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling
merupakan terjemahan dari istilah “guidance” dan “conseling” dalam bahasa
inggris. Secara harfiah istilah “guidance” berasal dari akar kata “guide” yang
berarti :Mengarahkan (to direct), Memandu (to pilot), mengelola (to manage) dan
menyetir (to steer).
Berikut ini adalah
pendapat dari para ahli tentang bimbingan :
1)
Year
Book of Education (1955) menyatakan bahwa:
guidance is a process of helping
individual through their own ffort to discover d develop their potentialisties
both for personal happiness and social usefulness.
(bimbingan adalah proses membantu individu melalui benteng mereka sendiri untuk menemukan d mengembangkan mereka potentialisties baik untuk kebahagiaan pribadi dan kegunaan sosial )
(bimbingan adalah proses membantu individu melalui benteng mereka sendiri untuk menemukan d mengembangkan mereka potentialisties baik untuk kebahagiaan pribadi dan kegunaan sosial )
2) Definisi
yang diungkapkan oleh Miller (dalam
Jones, 1987) nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada
pelaksanaan bimbingan di sekolah.
Definisi tersebut
menjelaskan bahwa:
“Bimbingan
adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahan diri dan
pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimum kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat”.
3) Frank Parson (1951)
mengartikan
bimbingan yaitu berupa bantuan yang diberikan kepada individu untuk memilih,
mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dipilihnya.
4) Chiskolm
berpendapat
bahwa bimbingan ialah membantu individu uuntuk lebih mengenal informasi tentang
dirinya sendiri.
5) Bernard & Fullmer (1969)
mengemukakan
bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
realisisasi pribadi setiap individu.
6) Mathewson (1969)
mengartikan bimbingan sebagai pendidikan dan
pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik.
7) Prayitno dan Erman Amti (2004)
mengungkapkan bahwa bimbingan merupakan proses
pemberian bantuan oleh orang yang ahli kepada beberapa orang atau individu,
baik anak anak, remaja, maupun dewasa.
8) Winkel (2005)
memberikan
definisi bimbingan ialah usaha melengkapi individu dengan pengetahuan,
pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
9) Djumhur dan Moh. Surya (1975)
memberikan
pandangannya tentang bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan secara
terus menerus dan sitematis kepada individu untuk memcahkan masalah yang
dihadapinya.
10) Menurut Rochman Natawidjaja (1981)
Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia
sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap
kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti (Winkel
& Sri Hastuti 2007:29).
11) Menurut Bimo Walgito (1982 : 11)
bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang di berikan kepada individu atau sekumpulan
individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
12) Menurut Miller (1961)
menyatakan
bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian
diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada
sekolah (dalam hal ini termasuk madarasah), keluarga, dan masyarakat.
13) Menurut
Arthur J. Jones (1970)
mengartikan bimbingan sebagai "The help
given by one person to another in making choices and adjustment and in solving
problems". Pengertian bimbingan yang dikemukakan Arthur ini amat sederhana
yaitu bahwa dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang
dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga si terbimbing
mampu membuat pilihan-pilihan, menyesuaikan diri, dan memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya (Sofyan S. Willis 2009:11).
14) Menurut Moegiadi (1970)
bimbingan
berarti suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam
hal: memahami diri sendiri; menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri
dengan lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan
konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan (Winkel & Sri Hastuti
2007:29).
15) Menurut Andi Mappiare (1984)
berpendapat bahwa bimbingan merupakan
serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam membantu konseli/klien secara
tatap muka, dengan tujuan agar klien dapat mengambil taanggung jawab sendiri
terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus (Winkel & Sri Hastuti
2007:35).
16) Menurut Surya (1988)
mengutip
pendapat Crow & Crow (1960) menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi
baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia
untuk menolongnya mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul
bebannya sendiri (M. Tohirin 2008:17).
17) Peters dan Shertzer (1974)
mengemukakan definisi bimbingan sebagai
berikut, "Guidance, as used here and throughout this book, is defined
simply as the process of helping the individual to understand himself and his
world so that he can utilize his potentialities". Dari definisi di atas
terungkap pengertian bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu
agar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat
memanfaatkan potensi-potensinya (Sofyan S. Willis 2009:14).
18) Sofyan S. Willis (2009:13)
Bimbingan
adalah proses bantuan terhadap individu yang membutuhkannya. Bantuan tersebut
diberikan secara bertujuan, berencana dan sistematis, tanpa paksaan melainkan
atas kesadaran individu tersebut, sehubungan dengan masalahnya.
19) Menurut
United States Office of Education
(Arifin, 2003),
memberikan
rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan
secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap
berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan,
jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
20) Dalam Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa
“Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
21) Menurut Donal
G. Mortensen dan
Alan M. Schmuller (1976) bahwa bimbingan adalah suatu
upaya pembimbing untuk
membantu mengoptimalkan individu.
22) Sunaryo Kartadinata (1998) bimbingan adalah
proses membantu individu
untuk mencapai perkembangan
optimal.
23) Wisnu Pamuja Utama (2011) yaitu suatu
proses bantuan yang
terus menerus kepada
individu agar mencapai
kemampuan untuk dapat
memahami dirinya dan
kemampuan untuk merealisasikan dirinya
sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik
keluarga, sekolah dan masyarakat, yang
pada akhirnya individu
akan mencapai perkembangan
yang optimal.
24) Menurut Abu Ahmadi (1991: 1) bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan
potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan
memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana
masa depan yang lebih baik.
25) Chiskolm dalam McDaniel, dalam
Prayitno dan Erman Amti (1994: 94) bimbingan diadakan
dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi
tentang dirinya sendiri.
26) Frank Parson (1951) Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,
mempersiapkan diri dan memangku jabatan, dan mendapat kemajuan dalam jabatan
yang dipilihnya.
kesimpulannya
adalah bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan
untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu atau
seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
Setelah kita
menyimpulkan definisi bimbingan dari beberapa ahli, sekarang kita juga akan
mempelajari definisi konseling. Marilah kembali kita simak pendapat para ahli!
1) Menurut Prayitno dan Erman
Amti(2004) konseling merupakan proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang
sedang mengalami masalah yang bermuara pada teratsinya masalah yang dihadapi
oleh individu tersebut.
2) Winkel (2005)
berpendapat bahwa konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari
bimbingan dalam usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar
klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau
masalah khusus.
3) Menurut
Berdnard & Fullmer ,1969,
Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan,motivasi,dan potensi-potensi yang yang unik dari individu
dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketige hal
tersebut.
4) Menurut
Bimo Walgito (1982:11) menyatakan
bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individhu dalam memecahkan
masalah kehidupanya dengan wawancara, dengan cara yang sesuai dengan keadaan
individhu yang dihadapinya unuk mencapai hidupnya.) dan menyetir (to steer). Beberapa
ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan
bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah atu jenis
layanan bimbingan.
5) Menurut
James P. Adam yang dikutip oleh
Depdikbud (1976; 19) Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara
dua orang individu antara seorang (konselor) membantu yang lain (konseli)
supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubunganya dengan masalah
hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
6) Menurut
Smith,dalam Shertzer & Stone,1974
, konseling merupakan suatu proses dimana konselor membantu konselor membuat
interprestasi – interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan dengn
pilihan,rencana,atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat.
7) Menurut
Pepinsky 7 Pepinsky ,dalan Shertzer
& Stone,1974, konseling merupakan interaksi yang(a)terjadi antara dua
orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ;(b)terjadi dalam
suasana yang profesional (c)dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan
perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
8) Menurut
Cavanagh, konseling merupakan “a
relationship between a trained helper and a person seeking help in which both
the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people
learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.”
[Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari
pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan
olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan
orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing
ways)]
9) Menurut
Mc. Daniel,1956 , konseling
merupakan suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada
pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih
efektif dengan dirinya sendiri dan lingkungan.
10) Menurut
Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan
bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik,
baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan
bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
11) Jones (Insano, 2004 : 11)konseling
merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih
dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang,
meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk
membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup
hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
12) Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101 Konseling
adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam
mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang
dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk
memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa
depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi
untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat
belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang akan datang.
13) Saefudin & Abdul Bari (2002) Konseling
merupakan proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematikdengan panduan komunikasi antar pribadi(komunikasi interpersonal),
teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi
dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut.
14) James F. Adam Pertalian
timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (counselor) membantu
yang lain (conselee) supaya ia dapat memahami dirinya dalam hubungan dengan
masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan waktu yang akan datang.
15) Burks dan Stefflre (1979) Konseling
merupakan hubungan professional antara konselor terlatih dengan konseling.
16) Rogers (1971)
Mendefinisikan konseling sebagai hubungan yang membantu (helping relationship).
17) The American Psychological
Association, Division of Counseling
Psychology, Committee on Definition (1956) Mendefinisikan
konseling sebagai “ sebuah proses membantu individu untuk mengatasi
masalah-masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan yang
optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya”
18) the National Conference of State
Legislatures and the American Counseling Association
Konseling
adalah suatu proses dimana konselor professional yang telah dilatih membentuk
hubungan yang penuh dengan kepercayaan dengan orang yang membutuhkan bantuan.
Jadi
disini saya simpulkan bahwa pengertian bimbingan dan konseling yaitu suatu
bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan juga mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya se_optimal mungkin secara mandiri.
2.
Ruang Lingkup
Bimbingan Konseling
Ruang Lingkup
berarti persekitaran, sekitar yang ada dalam lingkungan.
A.
Ruang Lingkup dari segi Pelayanan:
1)
Pelayanan
Bimbingan Konseling di Sekolah;
i. Keterkaitan
antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lain.
Terdapat tiga
bidang pelayanan pendidikan yaitu;
- Bidang
kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan dan kurikulum dan
pelaksanaan pengajaran yaitu keterampilan, sikap dan kemampuan berkomunikasi
peserta didik.
- Bidang
administrasi dan kepimpinan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan perencanaan,
pembiayaan, prasaraan dan saran fisik, dan pengawasan.
- Bidang
kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu
kepada pelayanan kesiswaan secara individual.
ii. Tanggung Jawab
Konselor Sekolah
Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab, konselor menjadi ‘pelayan’ bagi
pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh.
2) Pelayanan Bimbingan
Dan Konseling di Luar Sekolah
i. Bimbingan dan
Konseling Keluarga
Mutu kehidupan
di dalam masyarakat sebagian besar ditentukan oleh mutu keluarga. Pelayanan
Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani permasalahan dalam sesebuah
keluarga seperti penceraian dan sebagainya.
ii. Bimbingan
dan Konseling dalam Lingkungan Yang Lebih Luas
Permasalahan
masyarakat juga berlaku di lingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor dan
lembaga kerja lainnya serta organisasi masyarakat seperti panti jompo, rumah
yatim piatu dan lain-lain yang tidak terlepas dari masalah dan memerlukan jasa
bimbingan konseling.
B.
Ruang Lingkup dari segi Fungsi: Memberi kemudahan dalam tindakan konseling
(pada konselor)
Fungsi Bimbingan
Konseling:
v Fungsi
pemahaman
Dalam
fungsi pemahaman. Terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami, yaitu:
Pemahaman
tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bukan saja hanya mengenal diri klien,
melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang
pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungan klien.
Pemahaman
tentang masalah klien
Pemahaman
tentang lingkungan yang ”Lebih Luas”. Lingkungan klien ada dua, ada sempit dan
luas. Lingkungan sempit yaitu kondisi sekitar individu yang secara langsung
mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat tinggal, kondisi sosio ekonomi
dan sosio emosional keluatga, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan yang lebih
luas adalah lingkungan yang memberikan informasi kepada individu, seperti
informasi pendidikan dan jabatan bagi siswa, informasi promosi dan pendidikan
tempat lanjut bagi para karyawan, dan lain-lain.
v Fungsi
pencegahan
Fungsi
pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki ketegangan ataupun gangguan
tingkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki hal-hal yang berbahaya tingkat
lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit pula.
v Fungsi
pengentasan
Dalam
bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan untuk mengental dengan
menggunakan unsur-unsur fisik yang berada di luar diri klien, tapi konselor
mengentas dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada di dalam diri klien
sendiri.
v Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi
pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang ada pada diri individu,
baik hal yang merupakan pembawaan, maupun dari hasil penembangan yang telah
dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling, funsi pemeliharaan dan
pengembang dilaksanakan melalui berbagai peraturan,kegiatan dan program.
C.
Ruang Lingkup dari segi Sasaran:
1) Perorangan /
individual;
Pengembangan
kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat,
serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya
secara realistik.
2) Kelompok
Bimbingan dan
konseling kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan satu
kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat atau jasa kepada
sejumlah orang.
D.
Ruang Lingkup dari segi :
1) BK Pendidikan:
Siswa, prestasi, pergaulan dll.
Pengembangan
kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
2) Bimbingan Konseling
Karir: Pekerja, motivasi, dll
Pengembangan
karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan
menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
E.
Ruang Lingkup dari segi Sosial Budaya:
Pengembangan
kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat
dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial
yang lebih luas.
3.
PRINSIP BIMBINGAN
KONSELING
1)
Prinsip-prinsip berkenaan dengan
sasaran layanan.
a) Bimbingan
dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku
agama dan status social ekonomi.
b) Bimbingan
dan konseling berurusan denga pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
c) Bimbingan
dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan
individu. Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan
individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
2)
Prinsi-prinsip berkenaan dengan
permasalahan individu.
a)
Bimbingan dan konseling berurusan dengan
hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian
dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontrak sosial, pekerjaan
dan sebaliknya pengaruh lingkungan tehadap kondisi mental dan fisik individu.
b)
Kesenjangan sosial, ekonomi dan
kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya
menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
3)
Prinsip-prinsip berkenaan dengan
program layanan.
a)
Bimbingan dan konseling merupakan bagian
dari integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu, oleh karena itu
program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program
pendidikan serta pengembangan peserta didik
b)
Program bimbingan dan konseling harus
fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga
program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidik
yang terendah sampai tertinggi
c)
Terhadap isi dan pelaksanaan program
bimbingan dan konseling perlu diarahkan yang teratur dan terarah
4)
Prinsip-prinsip berkenaan dengan
tujuan dan pelaksanaan pelayanan:
a)
Bimbingan dan konseling harus diarahkan
untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam
menghadapi permasalahan
b)
Dalam proses bimbingan dan konseling
keputusan yang diambil dan akan dilaksanakan oleh individu hendaknya atas
kemampuan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari
pembimbing atau pihak lain
c)
Permasalahan individu harus ditangani
oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi
d)
Kerjasama antara guru pembimbing, guru
lain dan orang tua yang akan menentukan hasil bimbingan
e)
Pengembangan program pelayanan bimbingan
dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran
dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan
program bimbingan dan konseling itu sendiri.
4.
ASAS-ASAS
BIMBINGAN DAN KONSELING
Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1)
Asas
Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data
dan keterangan peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin,
2)
Asas
Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani
layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor)
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3)
Asas
Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar
peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru
pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik
(klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat
dengan asas kerahasiaan dan dan
kekarelaan.
4)
Asas
Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong
dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5)
Asas
Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada
tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai
sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri
mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan
bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6)
Asas
Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran
layanan bimbingan dan konseling yakni
permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi
masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan
dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7)
Asas
Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi
layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu
bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8)
Asas
Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh
guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan.
Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi
dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling
menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9)
Asas
Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar
segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada
norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan
yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan norma-norma tersebut.
10)
Asas
Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para
pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga
yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru
pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling.
11)
Asas
Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan
kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula,
sebaliknya guru pembimbing (konselor),
dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik
yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12)
Asas
Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan
rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
5.
TAHAPAN KERJA
KONSELING
Secara umum,
proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap
perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini
terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor
dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu
dilakukan, diantaranya :
v Membangun
hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan
membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan
konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
v Memperjelas
dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas
masalah klien.
v Membuat
penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang
sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
v Menegosiasikan
kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak
waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara
konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam
seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap
Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki
tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini
terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
v Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan
agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang
sedang dialaminya.
v Konselor
melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali
permasalahan yang dihadapi klien.
v Menjaga
agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal
ini bisa terjadi jika :
v Klien
merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
v Konselor
berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan
dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap
klien.
v Proses
konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada
saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap
Tindakan)
Pada tahap akhir
ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
v Konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
v Menyusun
rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
v Mengevaluasi
jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
v Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal,
yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah
yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang
masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang
dengan program yang jelas.
6.
PENDEKATAN,
TEKNIK, STRATEGI
A. Pengertian Pendekatan dan teknik dalam BK
Konselor
penanganan masalah, tanpa didukung oleh penguasaan pendekatan, strategi
dan teknik-teknik konseling yang
memadai, niscaya bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah (klien)
tidak akan berjalan efektif.
Pengertian
pendekatan menurut istilah bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 2002) adalah
(1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan yang diteliti,. Strategi adalah
rencana yang cermat mengenai legiatan untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan teknik adalah cara (kepandaian,
ketrampilan dsb) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
hal yang dikerjakan; atau istilah lain adalah metode/sistim untuk mengerjakan
sesuatu.
Memahami tentang
pengertian di atas, maka penerapan pendekatan, strategi dan teknik dalam proses
bimbingan dan penyuluhan adalah proses perbuatan seseorang (konsekor) untuk
berhubungan dengan seseorang (klien) yang dilakukan secara dekat dalam rangka untuk menggali
permasalahan dengan metode yang terencana secara cermat agar memperoleh hasil
sesuai dengan yang diinginkan
B. Macam-Macam Pendekatan
Konseling
Dalam proses
bimbingan dan konseling, dapat dilakukan dengan berbagai Pendekatan dan Teknik.
Dibawah ini disebutkan beberapa pendekatan dan teknik menurut teori-teori yang
dikemukkan oleh para ahli:
1.
Pendekatan dan Teknik Konseling Menurut Gestalt
(Pendekatan Konseling
Gestalt )
Gestalt )
a. Konsep Dasar
Pendekatan
konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan
penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan
sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia
aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya
Setiap individu
memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan
untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya
integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan
konseling ini adalah :
(1) tidak dapat
dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,
(2) merupakan
bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu,
(3) aktor bukan
reaktor,
(4) berpotensi
untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,
(5) dapat
memilih secara sadar dan bertanggung jawab,
(6) mampu
mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam pendekatan
ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan
kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu
terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan
gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business),
yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa
diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan
di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan
di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang
efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
b. Tujuan Konseling
Tujuan utama
konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam
tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna
bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak
untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang
bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan
baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling
konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih
spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
a. Membantu
klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b. Membantu
klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c. Mengentaskan
klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur
diri sendiri (to be true to himself)
d. Meningkatkan
kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu
akan muncul dapat diatasi dengan baik.
c. Deskripsi Proses
Konseling
Fokus utama
konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang serta
hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas
konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada
dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar
klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa
diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada
dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya sekarang.
Konselor
hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi
nasihat.
Konselor sejak
awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu
menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri
sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan
transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya
sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau
kebuntuan klien.
Pada saat klien
mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap
lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya,
bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk
bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang
lebih optimal.
2.
Pendekatan Konseling Menurut
Psikoanalisis ( Pendekatan Konseling
Psikoanalisis )
Psikoanalisis )
a. Konsep Dasar
Freud
berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:
(1) Anti
rasionalisme
(2) Mendasari
tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
(3) Manusia
secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan
instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan
tadi. Libido atau eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai
lawan lawan dari Thanatos
(4) Semua
kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
(5) Kesadaran
merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang
berciri biasa.
(6) Pendekatan
ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga
unsur, yaitu id, ego, dan super ego
b. Tujuan Konseling
(1) Menolong individu mendapatkan pengertian yang
terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri
(2) Membentuk
kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak
disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan
pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk
ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa
direkonstruksi lagi.
c. Deskripsi Proses
Konseling
(1). Fungsi
konselor
(a) Konselor
berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis
(b) Konselor
bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak
sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan
mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
(2).
Langkah-langkah yang ditempuh :
(a) Menciptakan
hubungan kerja dengan klien
(b) Tahap krisis
bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan
melakukan transferensi.
melakukan transferensi.
(c) Tilikan
terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
(d) Pengembangan
reesitensi untuk pemahaman diri
(e) Pengembangan
hubungan transferensi klien dengan konselor.
(f) Melanjutkan
lagi hal-hal yang resistensi.
(g) Menutup
wawancara konseling
3.
Pendekatan dan Teknik Konseling Menurut Behavioral
a. Konsep Dasar
Manusia adalah
mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya
dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian.
Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
(1) pembiasaan
klasik;
(2) pembiasaan
operan;
(3) peniruan.
Tingkah laku
tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang
diperolehnya.
Manusia bukanlah
hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia
dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan
tingkah laku.
Karakteristik
konseling behavioral adalah :
(1) berfokus
pada tingkah laku yang tampak dan spesifik,
(2) memerlukan
kecermatan dalam perumusan tujuan konseling,
(3)
mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan
(4) penilaian
yang obyektif terhadap tujuan konseling.
b. Tujuan Konseling
Mengahapus/menghilangkan
tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu
tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang
sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
(1) diinginkan
oleh klien;
(2) konselor
mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;
(3) klien dapat
mencapai tujuan tersebut;
(4) dirumuskan
secara spesifik
Konselor dan
klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus
konseling.
c.
Deskripsi
Proses Konseling
Proses konseling
adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
(1). Merumuskan
masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu
pemecahannya atu tidak
(2). Konselor
memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya
tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
(3). Konselor
mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
4.
Pendekatan dan Teknik Konseling Rasional Emotif
a. Konsep Dasar
Manusia
padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak
logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh
prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan
belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat
dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang
digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah
dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan
pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka
pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event
(A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain.
Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon
karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan
(B) baik yang rB maupun yang iB.
b. Deskripsi Proses
Konseling
Konseling
rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan
sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam
batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Tugas konselor
menunjukkan bahwa:
(1). Masalahnya
disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
(2) Usaha untuk
mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi
tugas konselor :
(a) lebih
edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan
penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara
langsung;
(b) menggunakan
pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien,
kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih
dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan
hambatan emosional pada klien;
(c) mendorong
klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;
(d) menggunakan
pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan
mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
C. Teknik Konseling
Teknik-teknik
konseling yang dilakukan dalam penanganan Bimbingan dan Konseling dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Teknik
Konseling meneurut pandangan teori psikologi:
a. Teknik
Konseling Gestalt
Hubungan
personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan
dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang
dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang
penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
Prinsip
Kerja Teknik Konseling Gestal
(1) Penekanan
Tanggung Jawab Klien,
konselor
menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa
mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas
tingkah lakunya.
(2) Orientasi
Sekarang dan Di Sini,
dalam proses
konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar,
tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu
tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam
kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
(3)
Orientasi Eksperiensial,
konselor
meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga
dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya:
(a) klien
mempergunakan kata ganti personal klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi
pernyataan;
(b) klien
mengambil peran dan tanggung jawab;
(c) klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau
negative pada diri atau tingkah lakunya
(4) Permainan Dialog
Teknik ini
dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan
yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under
dog, misalnya :
(a) kecenderungan
orang tua lawan kecenderungan anak;
(b)
kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh;
(c)
kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”
(d)
kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung;
(e)
kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog
yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik
“kursi kosong”.
(5) Latihan Saya
Bertanggung Jawab
Merupakan teknik
yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain.
Dalam teknik ini
konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien
menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab
atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa
jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu
apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan
itu”.
“Saya malas, dan
saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun
tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan
klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
(6) Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya
memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau
melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang
dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik
bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan
hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
(7) Teknik Pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya.
Misalnya :
konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis”
bagi klien pemalu yang berlebihan.
(8) Tetap dengan
Perasaan
Teknik dapat
digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak
menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien
untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien
ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka
dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak
cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam
kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
b. Teknik
Konseling Psikoanalisis
(1). Asosiasi bebas.
Asosiasi bebas
yaitu teknik dengan mengupayakan klien
untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan
pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman
masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam
pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa
lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik
masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
(2). Analisis mimpi
Analisis mimpi
yaitu teknik mengarahkan klien diminta
untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor
berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik
masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena
pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun
muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya
mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
(3). Interpretasi
Interpretasi
yaitu teknik mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien,
baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor
menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang
termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
(4). Analisis resistensi;
Resistensi yaitu
teknik konseling dengan cara penolakan. Analisis resistensi ditujukan untuk
menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi).
Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
(5). Analisis
transferensi.
Analisis
transferensi yaitu teknik konseling dengan mengalihkan perasaan dan harapan,
bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan
untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta,
seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan
dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor.
Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa
terungkap tranferensi tersebut.
c. Teknik-teknik
Konseling Behavioral
(1). Latihan Asertif
Teknik ini
dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
(2). Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
(3). Pengkondisian
Aversi
Teknik ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang
tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus
yang tidak menyenangkan.
(4). Pembentukan
Tingkah laku Model
Teknik ini dapat
digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah
laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien
tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model
hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak
dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
d. Teknik
Konseling Rasional Emotif
Pendekatan
konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik
dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
(1). Teknik-Teknik
Emotif (Afektif)
(a) Assertive
adaptive
Teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
(b) Bermain
peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
(c) Imitasi
Teknik untuk
menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud
menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
(2). Teknik-teknik
Behavioristik
(a)
Reinforcement
Teknik untuk
mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan
memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada
klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan
memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan
sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
(b) Social
modeling
Teknik untuk
membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar
klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi
(meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan
norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah
disiapkan oleh konselor.
(3). Teknik-teknik
Kognitif
(a) Home work
assigments,
Teknik yang
dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri,
dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku
yang diharapkan.
Dengan tugas
rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan
ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari
bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang
keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home
work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu
pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini
dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab,
kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
(b) Latihan
assertive
Teknik untuk
melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku
tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru
model-model sosial.
Maksud utama
teknik latihan assertive adalah :
- mendorong
kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
- membangkitkan
kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau
memusuhi hak asasi orang lain;
- mendorong klien untuk meningkatkan
kepercayaan dan kemampuan diri; dan
- meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah
laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
2. Teknik
Umum Konseling
Teknik umum merupakan
teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan
merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya
:
a. Perilaku Attending
Perilaku
attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
(1).
Meningkatkan harga diri klien.
(2) Menciptakan
suasana yang aman
(3) Mempermudah
ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
(a) Kepala :
melakukan anggukan jika setuju
(b) Ekspresi
wajah : tenang, ceria, senyum
(c) Posisi tubuh
: agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat,
duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
(d) Tangan :
variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai
isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
(4) Mendengarkan
: aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti
saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku
attending yang tidak baik :
(a) Kepala :
kaku
(b) Muka : kaku,
ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara,
mata melotot.
(c) Posisi tubuh
: tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang
akrab dan berpaling.
(5) Memutuskan
pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan
klien berfikir dan berbicara.
(6) Perhatian :
terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
b. Empati
Empati ialah
kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan
sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk
empati.
Terdapat dua
macam empati, yaitu :
1) Empati
primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan
keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
Contoh ungkapan
empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat
memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2) Empati
tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan,
pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien
karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut
membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam,
berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.
Contoh ungkapan
empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya
ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
c. Refleksi
Refleksi adalah
teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
1) Refleksi
perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan
adalah ….”
2) Refleksi
pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
3) Refleksi
pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan
suatu…”
d. Eksplorasi
Eksplorasi
adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri,
atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien
untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya
pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
(1) Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat
menggali perasaan klien yang tersimpan.
Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa
perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
(2) Eksplorasi
pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.
Contoh : ” Saya yakin Anda dapat
menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
(3) Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan
atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.
Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman
yang Anda lalui. Namun saya ingin
memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap
pendidikan Anda”
e. Menangkap Pesan
(Paraphrasing)
Menangkap Pesan
(Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi
ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan
kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal :
adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan
paraphrasing adalah :
(1) untuk
mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk
memahami apa yang dikatakan klien;
(2) mengendapkan
apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ;
(3) memberi arah
wawancara konseling; dan
(4) pengecekan
kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu
suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu
mengapa demikian ? ”
Konselor : ”
Tampaknya Anda masih ragu.”
f. Pertanyaan Terbuka
(Opened Question)
Pertanyaan
terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan,
pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened
question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya
mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika
dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan
kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ”
Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? ”
g. Pertanyaan Tertutup
(Closed Question)
Dalam konseling
tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu
dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya
atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
(1) mengumpulkan
informasi;
(2) menjernihkan
atau memperjelas sesuatu; dan
(3) menghentikan
pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya
berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama
ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya
Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat
”
Konselor: ”
Sekarang berapa ? ”
Klien : ”
Sebelas ”
h. Dorongan minimal
(Minimal Encouragement)
Dorongan minimal
adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa
yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya….,
lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan
minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai
tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau
menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya
pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya
putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad
bunuh diri”
Konselor: ”
lalu…”
i. Interpretasi
Yaitu teknik
untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada
teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan
rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil
rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya
pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua
merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat
membutuhkan biaya.”
Konselor : ”
Pendidikan tingkat SMTA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga
negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan
makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu
orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang
tergolong akan meninggalkan SMTA”.
j. Mengarahkan
(Directing)
Yaitu teknik
untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien
untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah
saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya
terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ”
Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda
jika memarahi Anda.”
k. Menyimpulkan
Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik
untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin
jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk :
(1) memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah
dibicacakan;
(2) menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap;
(3) meningkatkan
kualitas diskusi;
(4) mempertajam
fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita
berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin
jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita
diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja
sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi,
yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi,
dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan
Anda masuki.”
Selain teknik
konseling secara umum yang telah disebut di atas, ada juga teknik konseling
yang lain di antaranya adalah:
a. Memimpin
(leading)
Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan
dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .
Contoh dialog :
Klien :” Saya
mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana
ya?”
Konselor : ”
Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda
tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka
kepedulian Anda juga ?”
b. Fokus
Yaitu teknik
untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya
dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang
sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien
agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :
” Apakah tidak
sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan
orang tua yang kurang harmonis ”.
Ada beberapa
yang dapat dilakukan, diantaranya :
1. Fokus pada
diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.
2. Fokus pada
orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang
dia dan apa yang telah dilakukannya ?”
3. Fokus pada
topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah
masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.
4. Fokus
mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki
harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”
c. Konfrontasi
Yaitu teknik
yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan
perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan
kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah :
(1) mendorong
klien mengadakan penelitian diri secara jujur;
(2) meningkatkan
potensi klien;
(3) membawa
klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam
dirinya.
Penggunaan
teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan :
(1) memberi
komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang
tepat;
(2) tidak
menilai apalagi menyalahkan;
(3) dilakukan
dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya
baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :” Anda
mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. ”Saya
melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.
d. Menjernihkan
(Clarifying)
Yaitu teknik
untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak
meragukan. Tujuannya adalah :
(1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya
dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang
logis,
(2) agar klien
menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog :
Klien : ”
Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak
mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor :
”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau
saudara-saudara Anda.”
e. Memudahkan
(facilitating)
Yaitu teknik
untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan
menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Contoh :
” Saya yakin
Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan
sebaik-baiknya.”
f. Diam
Teknik diam
dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang
terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah:
(1) menanti
klien sedang berfikir;
(2) sevagai
protes jika klien ngomong berbelit-belit;
(3) menunjang
perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya
tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor
:”…………..” (diam)
Klien :”
Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..
Konselor
:”…………..” (diam)
g. Mengambil
Inisiatif
Teknik ini
dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan
kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam
menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan :
(1) mengambil
inisiatif jika klien kurang semangat;
(2) jika klien
lambat berfikir untuk mengambil keputusan;
(3) jika klien
kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
” Baiklah, saya
pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda
renungkan kembali”.
h. Memberi
Nasehat
Pemberian
nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor
tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak.
Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni
kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons
konselor terhadap permintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk
memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih
mengetahuinya dari pada saya.”
i. Pemberian
informasi
Sama halnya
dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur
katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya,
sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh :
” Mengenai
berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa
langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di
internet”.
j. Merencanakan
Teknik ini
digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat
membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan
klien.
Contoh :
” Nah, apakah
tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil
pembicaraan kita sejak tadi ”
k. Menyimpulkan
Teknik ini
digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut :
(1) bagaimana
keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan;
(2) memantapkan
rencana klien;
(3) pemahaman
baru klien; dan
(4) pokok-pokok
yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih
perlu dilakukan konseling lanjutan.
3. Teknik
Khusus Konseling
Dalam konseling,
di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat
menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari
berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational
Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah
disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :
a. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan
untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa
tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya
untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya.
Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b. Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi sistematis
merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien
untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat
secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki
dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya
merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat
secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang
berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
c. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak
menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
d. Pembentukan Perilaku
Model
Teknik ini dapat
digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku
yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang
perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau
lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh.
Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran
dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
e. Permainan Dialog
Teknik ini
dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan
yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under
dog, misalnya :
Kecenderungan
orang tua lawan kecenderungan anak.
Kecenderungan
bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
Kecenderungan
“anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
Kecenderungan
otonom lawan kecenderungan tergantung.
Kecenderungan
kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog
yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik
“kursi kosong”.
f. Latihan Saya
Bertanggung Jawab
Merupakan teknik
yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan
dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya
bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa
jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu
apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas
ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan
saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun
tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan
klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
g. Bermain Proyeksi
Proyeksi yaitu
memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau
melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang
dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik
bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan
hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
h. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala
dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya.
Misalnya :
konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis”
bagi klien pemalu yang berlebihan.
i. Bertahan dengan
Perasaan
Teknik ini dapat
digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak
menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien
untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien
ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka
dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak
cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam
kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
j. Home work
assigments,
Teknik yang
dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri,
dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional
dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang
diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka
dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan
sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk
pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada
konselor.
k. Adaptive
Teknik yang digunakan
untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus
menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
l. Bermain peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
m. Imitasi
Teknik untuk
menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud
menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
KODE
ETIK BK
Kode etik adalah
pola ketentuan / aturan / tata cra yang menjadi pedoman menjalani tugas dan
aktivitas suatu profesi.
Di samping
rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumusakan oleh ikatan petugas
bimbingan Indonesia, yaitu:
1. Pembimbing
menghormati harkat klien.
2. Pembimbing
menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
3. Pembimbing
tidak membedakan klien.
4. Pembimbing
dapat menguasai dirinya, dalam arti kata kekurangan-kekurangannya dan
perasangka-prasangka pada dirinya.
5. Pembimbing
mempunyai sifat renda hati sederhana dan sabar.
6. Pembimbing
terbuka terhadap saran yang diberikan pada klien.
7. Pembimbing
memiliki sifat tanggung jawab terhadab lembaga ataupun orang yang dilayani.
8. pembimbing
mengusahakan mutu kerjanya sebaik ungkin.
9. pembimbing
mengetahui pengetahuan dasar yang memadai tentang tingkah laku orang , serta
tehnik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan sebaik-baiknya.
10. seluruh
catatan tentang klien bersifat rahasia.
11. suatu tes
hanya boleh diberikan kepada petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
Beberapa rumusan
kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Pembimbing
yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan
kinseling.
2. pembimbing
harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3. pekerjaan
pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang maka
seorang pembimbing harus:
a. Dapat
menyimpan rahasia klien
b. Menunjukkan
penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
c. Pembimbing
tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.
d. Menunjukkan sikap
hormat kepada klien
e. Meminta
bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.
7.
DATA BIMBINGAN
KONSELING
Untuk dapat
memberikan pelayanan bimbingan dan konsling yang efektif dan efisien, seorang
konselor harus memahami kliennya/ peserta didik secara utuh, dan memahami pula
kondisi lingkungannya sepenuhnya, pemahaman yang utuh tentang klien/ peserta
didik dan kondisi lingkungannya akan dapat diperoleh dari data tentang kondisi
klien dan lingkungannya maka hal-hal yang menyangkut dengan data adalah.
1.
Jenis data
Pada dasarnya
ada dua jenis data yang perlu dikumpulkan dalam rangka pemberian pelayanan
bimbingan dan konsling yang efektif dan efisien, yaitu data tentang pribadi
peserta didik dan data tentang lingkungan.
Data
Pribadi
Data pribadi peserta didik adalah berupa,
data perorangan yaitu data yang dikumpulkan dari masing-masing peserta didik
dari data pribadi dapat diperoleh pemahaman tentang keunikan pribadi
masing-masing peserta didik, sebagaiman firman Allah swt ( Q.S Al-isra’ : 84 )
artinya :
katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing-masing.
(Q.S Al-isra’:
84 )
Dari ayat ini
dapat dipahami bahwa setiap individu mempunyai perbedaan dalam kesiapan dan
kemampuan phisik dan intelektual, yang sekaligus akan melahirkan perbedaan pula
dari segi kemampuan bekerja, memperoleh rezeki, meraih ilmu pengetahuan,
mengkaji kebenaran dan keadilan, oleh karena setiap siswa mempunyai keunikan
pribadi masing-masing, maka guru/konselor harus pula memperlakukan mereka
sesuai dengan kesiapan dan kemampuan intelektual yang mereka miliki, hal ini
sesuai dengan perkataan Ali Bin Abi Thalib
“ Bicaralah
kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui ( appersepsi ). Apakah
kamu suka jika Allah dan Rasul-nya didustakan ? ( Abdurrahman An-Nahlawy
Untuk memperoleh
pemahaman yang utuh tentang keunikan pribadi setiap peserta didik diperlukan
data sebagai berikut :
Data kenal diri
( Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir dll.)
Data tentang
keluarga ( orang tua, jumlah saudara, keadaan sosial dan ekonomi dll )
Data
tentang perkembangan kesehatan (
perkembangan phisik dan psikis )
Data tentang
pendidikan dan hasil belajar ( riwayat sekolah, angka rapor dll )
Data tentang
kecerdasan, bakat, minat, aspirasi, dan cita-cita
Data tentang
keadaan lingkungan, kegiatan luar sekolah, penyesuaian sosial, nilai-nilai dan
sikap.
Data tentang
kematangan emosional dan kebiasaan sehari-hari.
Data tentang
masalah-masalah yang dihadapi
Data
tentang lingkungan
Selain dari data pribadi, dalam
pelaksanaan program bimbingan dan konsling ini diperlukan juga data tentang
lingkungan, data tentang lingkungan ini sangat berguna dalam rangka memberikan
informasi dan penjelasan kepada para peserta didik, disamping itu data tentang
lingkungan ini juga diperlukan untuk membantu siswa dalam proses penyesuaian
diri, peserta didik memerlukan berbagai informasi tentang lingkungan, khususnya
lingkungan yang berkaitan erat dengan program dan kegiatan pendidikan, minat,
dan cita-cita peserta didik.
Adapun data
tentang lingkungan yang perlu dikumpulkan, meliputi:
a) Data tentang informasi pendidikan meliputi
jenis program kurikulum, sistem belajar dll.
b) Data tentang informasi jabatan/pekerjaan,
meliputi jenis-jenis jabatan, kesempatan dan syarat-syarat bekerja dll.
c) Data tentang lingkungan sosial, meliputi
adat istiadat, norma dan nilai-nilai, lembaga/ organisasi sosial dll
Dengan adanya
data tentang lingkungan ini maka seorang konselor/guru pembimbing dapat
memberikan informasi yang jelas kepada para peserta didiknya, sehingga dengan
demikian para peserta didik dapat terhindar dari keraguan, kesulitan dan
perbuatan tercela.
Dengan pemahaman
yang utuh tentang pribadi peserta didik dan pengetahuan yang luas tentang
kondisi lingkungan, konselor/guru pembimbing diharapkan dapat membantu para
peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal ke arah tujuan yang
diharapkan.
2.
Sumber data
Untuk mendapat
data yang diperlukan, baik data pribadi maupun data tentang lingkungan
diperlukan sumber data yang dapat dipercaya. Yang dimaksud dengan sumber data
disini adalah pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan data yang
diperlukan, sumber data itu ada yang primer dan ada pula yang sekunder.
Sumber data
primer atau langsung adalah apabila
suatu data atau keterangan diperoleh langsung dari indifidu yang bersangkutan,
misalnya : data tentang pribadi seseorang peserta didik diperoleh langsung dari
peserta didik yang bersangkutan.
Sedangkan sumber
data sekunder atau tidak langsung adalah data yang diperoleh dari pihak-pihak
lain, misalnya : data tentang siswa A, diperoleh dari orang tua atau dari teman
dekatnya.
Kedua macam
sumber data itu digunakan untuk memperoleh data yang otentik
3.
Teknik pengumpulan data
Untuk
mengumpulkan data pribadi dan data tentang lingkungan dari berbagai sumber data
yang telah dikemukakan pada uraian di atas dapat digunakan dua macam teknik
yaitu teknik tes dan teknik non tes.
(1) Teknik Tes
Data yang
dikumpulka dengan menggunakan teknik ini adalah data pribadi yang bersifat
kemampuan potensial atau kemampuan dasar berupa: kecerdasan, bakat, minat, dll,
disamping kemampuan dasar, teknik tes juga digunakan untuk mengungkapkan
kemampuan hasil belajar peserta didik baik melalui tes yang terstandarisasi,
maupun melalui ujian / tes buatan guru.
(2) Teknik Non Tes
Teknik Non Tes
lebih sesuai digunakan untuk menilai aspek tingkah laku, sikap, minat,
perhatian, karakteristik, adapun beberapa instrument pengumpul data yang
tergolong Non Tes adalah sebagai berikut :
a) Wawancara
wawancara
merupakan instrument pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengemukakan
pertanyaan kepada klien secara lisan dan dijawab pula oleh klien secara lisan,
untuk dapat melaksanakan wawancara dengan baik koselor/guru pembimbing
hendaklah dapat menciptakn suatu situasi yang bebas, terbuka dan menyenangkan,
sehingga klien yang diwawancarai dapat dengan bebas dan terbuka memberikan
keterangan yang diperlukan secara gamlang, begitu juga dengan
pertnyaan-pertanyaan yang diajukan diharapkan tersusun dengan baik sehingga
dapat dengan mudah dipahami dan dapat pula dijawab dengan baik oleh individu yang
diwawancarai.
b) Angket
Apabila dalam
wawancara, tanya jawab antara pewawancara dengan responden dilaukan secara
lisan, maka dalam angket, tanya jawab tersebut dilakukan secara tertulis, dalam
hal ini, data yang ingin dikumpulkan dijabarkan di dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan tertulis, dan responden menjawab pertanyaan itu secara
tertulis pula, dengan menggunakan angket dapat diperoleh data tentang keadaan,
data priadi, pengalaman, pengetahuan dan pendapat dll
c) Pengamatan (observasi )
Pengamatan
merupakan teknik untuk merekam secara langsung atau tidak langsung peristiwa
atau kegiatan-kegiatan yang sedang terjadi, pengamatan yang berencana biasanya
dilakukan dengan persiapan yang sistematis baik mengenai waktunya, alat yang
akan digunakan maupun aspek-aspek yang diamati, jika pengamatan ini dilakukan
dengan cermat dan hati-hati, maka akan diperoleh data obyektif, oleh karena itu
agar data yang dikumpulkan itu dapat dicatat dengan sebaik-baiknya dan perlu
dipersiapkan pedoman pengamatan dalam bentuk seperti catatan kecil.
d) Periksaan fisik dan kesehatan
Data tentang
keadaan fisik dan kesehatan cukup penting untuk menunjang menjang kegiatan
pendidikan di sekolah yang membutuhkan penggunaan energi serta ketahanan fisik
tertentu oleh karena itu pemeriksaan secara medis hendaknya dapat dilakukan
oleh para ahli kesehatan seperti : dokter, perawat dll, pemeriksaan
penglihatan, pendengaran, serta penyakit-penyakit tertentu hendaknya dilakukan
secara berkala oleh petugas-petugas kesehatan.
e) Inventori
Inventori
merupakan suatu alat untuk menyingkap keadaan pribadi siswa, data keadaan
pribadi yang dapat diungkap melalui inventori ini antara lain: minat,
kebiasaan, sikap, kegiatan sehari-hari.
f) Analisis hasil belajar
Hasil belajar
yang diperoleh siswa merupakan data yang amat penting, yang dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan /merencanakan pemberian pelayanan
bimbingan dan konsling kepada peserta didik, pada umumnya hasil belajar yang
diperoleh oleh peserta didik dapat memberikan petunjuk tentang kesulitan
belajar yang dialami misalnya : siswa yang memperoleh nilai rendah dari pada
rata-rata kelas dapat diperkirakan bahwa ia mengalami kesulitan dalam belajar.
g) Riwayat hidup dan catatan harian
Riwayat hidup dan
catatan harian peserta didik dapat merupakan salah satu teknik untuk
mengumpulkan data, dalam riwayat hidup dan catatan harian ini akan ditemukan
berbagai peristiwa yang pernah dialami, dan segala sesuatu yang merupakan
cita-citanya, dengan membaca catatan harian atau riwayat hidup peserta didik/
klien dapat diketahui dinamika kehidupan peserta didik atau klien sehari-hari
4.
Himpunan data
Semua data yang
telah dikumpulkan dengan berbagai teknik pengumpulan data di atas, kemudian
disimpan dan dihimpun dalam himpunan data
( cumulative
record ) yang mantap terutama sekali lembaga pendidikan dasar, dan menengah (
SD-SLTA ) Dikatakan demikian karena pada usia-usia tersebut peserta didik
sedang berada pada tahap perkembangan yang membutuhkan perhatian yang serius.
Dalam
penyimpanan dan pemeliharaan data ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a) Kesistematisan data
Dalam
penyimpanan, pemeliharaan data ini perlu diperhatikan azas kesederhanaan,
kemudahan, kesinambungan sehingga jika suatu kali data diperlukan dapat
ditemukan dengan mudah dan jika ada tambahan data yang baru dapat pula
dimasukan dengan cepat, penyimpanan data ini dapat menggunakan buku, file, map,
ataupun komputer.
b) Kerahasiaan data
Data pribadi
yang bersifat rahasia, selain dapat dipergunakan oleh guru pembimbing atau
koselor juga dapat digunakan oleh pihak lain yang memerlukanya, sebaiknya data
yang menurut pertimbangan guru pembimbing /koselor harus dijaga kerahasiannya
data agar tidak menghilangkan kepercayaan peserta didik /klien terhadap guru
pembimbing / konselor dalam hal ini hanya orang-orang yang berkepentingan saja
yang boleh mengetahui isi himpunan data tersebut.
c) Kedinamisan data
Data yang
disimpan dalam himpunan data harus bersifat dinamis, dinamis disini mengandung
arti pengertian bahwa data itu hanya digunakan untuk kepentingan peserta didik
/ klien yang bersangkutan, kepentingan disini juga kepentingan yang
menguntungkan peserta didik / klien bukan merugikan atau dapat merusak citra
klien /peserta didik di kemudian hari.
Misalnya :
laporan atau catatan /anekdot bahwa seorang siswa bernama A kedapatan berlaku
tidak jujur ( menyontek ) dalam suatu ujian, berkelahi, merokok, dll laporan
data seperti ini tidak perlu disimpan atau dipertahankan terus menerus, bila
siswa yang bersangkutan telah menyadari kekeliruanya dan secara mantap telah
merubah sikap dan perilaku yang tidak baik tersebut, maka catatan atau data
tersebut harus segera dimusnahkan, sehingga dengan demikian data yang dihimpun
tersebut dapat menunjang perkembangan
dan kepentingan siswa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar